PAN Jatinangor New

http://panjatinangor1.blogspot.com/

Kamis, 07 Mei 2009

Hatta Gagal Cawapres, PAN Tetap Dukung SBY

JAKARTA - Tak ada asap jika tak ada api. Pepatah tersebut saat ini pantas ditunjukkan kepada Partai Amanat Nasional (PAN) yang menyatakan berkoalisi dengan Partai Demokrat dalam pemilihan presiden.

Dengan koalisi tersebut, partai dengan nomor 9 ini berharap salah satu kadernya yakni Hatta Radjasa dapat menjadi calon wakil presiden mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Namun, apa jadinya jika SBY tak memilih Hatta?

"Kami akan tetap berkoalisi dengan Demokrat sekalipun Hatta tidak menjadi cawapres," ujar petinggi PAN Drajad Wibowo dalam perbincangannya dengan okezone per telepon, Rabu (6/5/2009).

Menurutnya, koalisi tersebut dilakukan karena para kader ingin menyelamatkan nama besar PAN pada pemilu selanjutnya. Bergabung dengan Demokrat dan mengusung SBY dinilai menjadi langkah yang tepat.

Apakah PAN meminta sesuatu kepada SBY?

"Itu pasti lah. Dalam dunia politik pasti ada timbal baliknya. Namun, kami belum tahu soal apa yang akan kami dapat karena masih dikomunikasikan," pungkasnya. (teb)

Ketika Caleg Harus Memilih

PASANGAN Dina Rahman (27) dan Nurani Fuzianti (28) bukannya menikmati kemenangan setelah hasil perolehan suara menunjukkan keduanya berhasil meraih tiket untuk duduk di DPRD Kabupaten Sumedang.

Pasangan suami-istri yang telah dikarunia satu anak berusia empat tahun ini ibarat harus makan buah simalakama. Ternyata Partai Demokrat, partai tempat Nuraini mencalonkan diri, memiliki aturan yang tak membolehkan pasangan suami-istri berbeda partai menjadi anggota dewan.

Tentu ini pilihan sulit buat mereka karena, jika keduanya keukeuh meneruskan keinginann menjadi anggota DPRD, pasangan suami-istri ini harus bercerai. Sebaliknya, jika memilih melanggengkan bahtera rumah tangga, satu di antara mereka harus mundur dari anggota legislatif.

Dina menjadi caleg terpilih dari PAN untuk daerah pemilihan Sumedang 1,
Cimanggung-Jatinangor. Adapun istrinya, Nurani, yang juga anggota DPRD, terpilih lagi di daerah pemilihan Sumedang 6.

"Saya dan istri saya gembira bisa menjadi anggota DPRD Sumedang lagi. Saya sebelumnya juga anggota DPRD, tapi di-reccal partai dan sekarang bisa membuktikan kembali dapat kursi," kata Dina, Kamis (23/4).

Namun, terang dia, masalah yang dihadapi saat ini amat pelik berkaitan dengan bahtera rumah tangganya. "Ada aturan di partai istri saya, Demokrat tidak membolehkan suami-istri menjadi caleg dan anggota DPRD dari partai yang berbeda," kata anak pengusaha beras di Cimanggung ini.

Maka ada dua pilihan yang sangat berat, kalau tetap mempertahankan rumah tangga maka istrinya itu harus mundur dari caleg terpilih. Dina sendiri berjodoh dengan Nurani ketika sama-sama menjadi anggota DPRD.

Kalau pun ingin tetap menjadi caleg terpilih dan dilantik sebagai anggota DPRD, kata Dina, maka rumah tangga yang terbangun sejak lima tahun harus berantakan. "Pilihannya harus cerai kalau tetap ingin berpolitik," kata Dina.

Dina sendiri mengaku akan terus maju. Menurutnya, menjadi caleg terpilih itu bukan pekerjaan mudah.

Ketua Fraksi Demokrat DPRD Otong Dartum menyebutkan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Demokrat mengeluarkan aturan tentang suami-istri yang berbeda partai dan menjadi anggota DPRD.

"Ada surat keputusan dari DPP Demokrat yang dikeluarkan tahun 2007. Ada larangan kalau pasangan suami-istri berbeda partai menjadi caleg dan juga anggota DPRD," kata Otong, kemarin.

Ia mengaku, Nurani yang juga sekretaris Fraksi Demokrat sudah memegang dan membaca surat keputusan itu. "Aturan itu turun ketika mereka telah menikah pada 2005 dan keputusan itu dibuat tahun 2007," kata Otong.

Dalam aturan itu disebutkan kalau ada suami istri yang menjadi caleg dan anggota DPRD berbeda maka ada dua pilihan. "Kalau tetap mempertahankan rumah tangga maka harus mundur atau di-reccal," kata Otong.

Ia mengatakan, Nurani meminta waktu satu bulan untuk menentukan keputusan. "Saat ini DPC (Dewan Pimpinan Cabang) Demokrat belum mengambil keputusan," kata Otong.(tribun jabar/deddi rustandi)

Konflik PAN Bakal Berlanjut

Jakarta - Konflik internal di tubuh Partai Amanat Nasional (PAN) diprediksi bakal berjalan panjang. Sebab Ketua Umum PAN Soetrisno Bachir sampai saat ini masih belum mau menerima hasil keputusan Rapimans Yogya yang mencalonkan Hatta Rajasa sebagai cawapres tunggal SBY.

"Mas Tris sampai sekarang belum bisa menerima hasil itu. Karenanya, ini bisa panjang kalau kubu Pak Amien tidak membicarakan masalah Rapimnas dari hati ke hati lagi," kata pengurus DPP PAN yang tidak mau disebutkan namanya kepada detikcom, Selasa (5/5/2009).

Menurut anggota DPR RI ini, jika sampai pengajuan capres dan cawapres konflik internal ini tidak terselesaikan, PAN terancam tidak memberikan dukungan secara resmi kepada capres tertentu. Sebab SB akan menghambat tanda tangan dukungan PAN terhadap capres tertentu jika masalah internal tidak terselesaikan dengan baik.

"Saya dengar Mas Tris benar-benar kecewa. Kalau hasil Yogya dipaksakan tanpa ada pembicaraan lagi, kabarnya Mas Tris tidak akan menandatangani surat dukungan parpol," paparnya.

Saat ditanya bagaimana jika seandainya langkah SB yang menolak menandatangani dukungan resmi PAN kepada SBY dan PD, apakah tidak takut digulingkan, sumber itu menjawab," Mas Tris itu merasa kurang apa usahanya dia selama ini untuk mempertahankan suara PAN. Tapi apa yang dia dapat. Akhirnya, muncul semacam pemikiran, tidak peduli mau diapakan dia."

Untuk diketahui, konflik internal PAN memuncak saat digelarnya Rakernas PAN di Yogyakarta. Dalam Rakernas itu sebelumnya disepakati bahwa hasilnya tidak akan menyebutkan nama tertentu untuk cawapres, karena soal cawapres secara final akan diputus dalam Rakernas ke 2 PAN di Jakarta tanggal 9 Mei mendatang.

Tetapi yang terjadi dilapangan justru keputusan pencalonan tunggal Hatta Rajasa sebagai satu-satunya kader PAN yang akan diusung dalam bursa cawapres SBY. Kontan saja keputusan ini menjadikan SB dan kubunya merasa ditelikung.
( yid / nrl )